Sosialisasi Politik Soekarno: Sebuah Tinjauan Idiosinkratik
Oleh : Adi Satyadi Nagara1
“Jangan memikirkan apa yang negara berikan untukmu, tetapi pikirkan apa yang kamu berikan bagi negara” (John F. Kennedy)
Siap
tidak kenal dengan sosok Soekarno, seorang yang paling tersohor di
Indonesia. Betapa tidak, beliau merupakan seorang tokoh berpengaruh pada
masa perjuangan kemerdekaan pada era 1945 hingga era 1960. Sayang,
mungkin sebagian besar diantara kita ,masih belum tahu betul tentang
asal-usul Soekarno. Beliau dilahirkan di sebuah kota kecil yang terletak
di Jawa Timur, yaitu Blitar, pada 6 Juni 1901. Ayahnya merupakan
seorang bangsawan Jawa kelas priyayi yang bernama Raden Sukemi
Sosrodiharjo dan ibunya merupakan seorang keturunan kasta Brahmana dari
Bali, yang bernama Ida Nyoman Rai. Ketika Soekarno berusia empat-lima
tahun, dia pindah dari tempat kelahirannya meniju kota Tulung Agung
(Kediri) yang merupakan kediaman kakeknya. Kakek Soekarno merupakan
sosok yang fanatik terhadap mitologi klasik Jawa melalui tokoh-tokoh
pewayangan. Soekarno
kecil sering diajak oleh kakeknya pada pertunjukkan wayang. Mulai saat
itu, internalisasi tokoh-tokoh wayang jawa menjadi melekat dalam benak
seorang Soekarno, seseorang yang berpengaruh pada bangsa Indonesia
kelak.
Salah
satu tokoh wayang yang dikagumi oleh Soekarno adalah Bima. Maka tidak
begitu salah ketika seorang ilmuwan barat yang bernama Bernhard Dham
mangatakan “tidak ada jalan lain yang lebih baik untuk memahami Soekarno
kecuali melalui Bima”(Bernhard Dham,1969:25). Bima merupakan tokoh
pejuang sejati membela Pandawa, sosok pejuang suci, pemberani, tidak
kenal kompromi dengan lawan-lawannya, da juga selalu siap bermufakat
terhadap mereka yang segolongan dengannya. Nilai-nilai itulah yang
dimaksud oleh Dham terinternaisasikan dalam karakter seorang Soekarno.
Dari cerita-cerita ini pula, Soekarno menyerap gagasan-gagasan mistikal Jawa tentang Ratu Adil dan Jayabaya. Gagasan
pembaruan ini timbul akibat adanya suatu tatanan yang terdiatorsi serta
diabaikannya pesan-pesan moral pada masyarakat. Dalam keadaan yang
sedemikian parahnya, Ratu Adil kemudian tampil sebagai sosok yang dapat
memulihkan kembali tata tertib yang tradisional. Ramalan Jayabaya
mengatakan bahwa kedatangan Ratu Adil akan membawa jaman keemasan dimana
semua pertarungan dan ketidakadilan akan lenyap dan musnah. Rakyat
tidak lagi akan mengalami penderitaan dan sehal kebutuhan akan terpenuhi
dengan mudah (Sartono Kartodirjo,1977 :54). Dari nilai-nilai mitologi
itulah, Soekarno mengenal ideologi pembebasan, konsep-konsep keadilan
dan ketidakadilan, serta hubungan penguasa dengan rakyatnya.
Pendidikan sekolah formal Soekarno bertempat di Tulung Agung, yaitu Europeesche Largere Scholl (ELS) pada tahun 1914. Setelah lulus, kemudian dia melanjutkan ke Hogere Burger School
(HBS) pada tahun 1915 dan lulus pada Juni 1921 (Solichin Salam,
1981:24). Masa-masa menempuh sekolah itulah yang membuat kesadarannya
tentang keburukan diskriminasi sistem pendidikan kolonial tumbuh.
Bagaimana rakyat-rakyat pribumi begitu dibedakan dengan anak-anak
pejabat Belanda dan juga golongan bangsawan, mulai dari akses pendidikan
serta kualitas pendidikan yang memprihatinkan.
Soekarno
sudah mulai bergerak dalam aktifitas politik dengan bergabungnya beliau
dengan Trikoro Darmo, yang artinya tiga tujuan suci yaitu kemerdekaan
politik, ekonomi, dan sosial. Ketertarikannya pada kegiatan politik
semakin kuat dengan mondok dan diasuhnya Soekarno dirumah tokoh Sarekat
Islam, HOS Tjokroaminoto. Disinilah pandangan politik ideologi Soekarno
berkembang dengan berkenalan dengan tokoh-tokoh yang kemudian memberikan
banyak sumbangan bagi kesadaran politiknya, seperti Agus Salim,
Soewardi Soerjoningrat, Ki Hadjar Dewantoro (John Legee;1985:64).
Selain itu, beliau juga pernah bertemu dengan Hendrik Sneevlit, dan
Alimin,yang dilkuskan Soekarno sebagai seseorang yang memperkenalkannya
dengan Marxisme.
Kegandrungan
Soekarno dalam membaca literatur-literatur serta sumber-sumber bacaan,
juga menjadi bahan pengayaan pemikirannya. Dalam kegiatan memperdalam
pemikirannya, Soekarno banyak terinspirasi dengan literatur-literatur
Barat seperti Karl Marx, Frederichs Engels, Lenin, J.J Rosseau, dan juga
Voltaire. Semua tokoh-tokoh tersebut merupakan tokoh revolusioner yang
mampu mengubah bangsanya. Hal inilah yang menjadikan Soekarno lebih
cenderung revolusioner dalam garis perjuangannya. Setamatnya di HIS
Surabaya pada tahun 1921, Soekarno melanjutkan sekolahnya di Technische Hoge School
(THS;Sekarang ITB) yang baru dibuka pad tahun 1920. Masa belajarnya di
THS membuatnya semakinkuat dalam hal pemikiran-pemikiran politik dengan
membaca buku-buku tentang nasionalisme, Marxisme, sosialisme, dan
internasionalisme.
Pada
era-era berikutnya, merupakan sebuah era perjuangan bagi Soekarno untuk
membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan kolonialis Belanda.
Ternyata pemikiran dan pandangan politik Soekarno memang merupakan suatu
yang telah mengkristal, yang menimbulkan kesadaran beliau akan
diskriminasi dan penderitaan yang diderita bangsa Indonesia. Hal in pula
yang menjadi dasar perjuangan ideologinya, yang revolusioner, sehingga
menjadi seorang tokoh yang berpengaruh pada jaman pasca kemerdekaan
tahun 1945. Sebuah biografi singkat yang menarik untuk dikaji, bagi
semua orang, tua muda, besar-kecil, bahkan kaya-miskin. Karena, hal ini
memberikan kita gambaran betapa seorang pemimpin itu lahir tidak hanya
karen momentum yang tepat untuk diraih, tetapi juga adanya pengaruh
idiosinkratik yang sedikit banyaknya menentukan arah perjuangan dan juga
pemikiran seseorang dalam melihat suatu fenomena dan juga kesenjangan
yang ada. Itulah makna “Perjuangan Tanpa Batas!!!”